Uji Kepekaan Terhadap Antimikroba
Uji kepekaan terhadap antimikroba dimulai ketika pertemuan yang diprakarsai WHO di Genewa (1977), kepedulian terhadap semakin luasnya resistensi antimikroba baik yang berhubungan dengan infeksi manusia atau hewan. Hal ini mencetuskan program surveilance untuk memonitor resistensi antimikroba menggunakan metode yang sesuai. Dengan tes kepekaan terhadap antimikroba akan membantu klinisi untuk menentukan antimikroba yang sesuai untuk mengobati infeksi. Untuk mendapatkan hasil yang valid, tes kepekaan harus dilakukan dengan metode yang akurat dan presisi yang baik, dimana metode tersebut langsung dapat digunakan dalam menunjang upaya pengobatan. Kriteria yang penting dalam metode tes kepekaan adalah hubungannya dengan respon pasien terhadap terapi antimikroba.
Dari pertemuan tersebut WHO merekomendasikan penggunaan teknik difusi Kirby-Bauer yang telah diperkenalkan pada tahun 1976, metode tersebut sangat sesuai khususnya untuk golongan Enterobactriaceae, tetapi dapat pula digunakan untuk semua bakteri pathogen.
Pada prinsipnya tes kepekaan terhadap antimikroba adalah penentuan terhadap bakteri penyebab penyakit yang kemungkinan menunjukkan resistensi terhadap suatu antimikroba atau kemampuan suatu antimikroba untuk menghambat pertumbuhan bakteri yang tumbuh in vitro, sehingga dapat dipilih sebagai antimikroba yang berpotensi untuk pengobatan.
Faktor lingkungan yang berpengaruh terhadap tes kepekaan
Penentuan tes laboratorium terhadap mikroorganisme, untuk hasil yang lebih akurat harus memperhatikan faktor fisika dan kimia yang mempengaruhi baik terhadap mikroorganisme ataupun pengaruh terhadap daya kerja antimikroba, sehingga harus dihindari faktor-faktor lingkungan yang kemungkinan merpengaruhi,
Faktor lingkungan tersebut diantaranya:
1. pH
Beberapa antimikroba dipengaruhi oleh pH lingkungan, contohnya aktifitas antibakteri eritromisin dan aminoglikosida berkurang apabila terjadi penurunan pH, sedangkan aktifitas tetrasiklin akan menurun bila terjadi peningkatan pH. Aktifitas aminoglikosida yang daya kerjanya menghambat sintesis protein bakteri melalui membran sel dengan proses oksidasi, sehingga apabila tidak terdapat oksigen akan mengurangi aktifitas antimikroba tersebut.
2. Kation
Aktifitas aminoglikosida juga dipengaruhi oleh konsentrasi kation Ca++ dan Mg++. Tahapan aktifitas antimikroba yang penting adalah absorpsi antimikroba ke permukaan sel bakteri. Aminoglikosida bermuatan positif dan bekerja terutama untuk bakteri gram negatif, misalnya membran luar Pseudomomonas aeruginosa yang bermuatan negatif
3. Tersedianya bahan gizi tertentu
Bahan gizi tertentu dapat mempengaruhi aktifitas antimikroba, misalnya bakteri enterococcus mampu menggunakan timin dan asam folat hasil metabolisme untuk menghindari pengaruh aktifitas sulfoamida dan trimetroprim, yang dihambat oleh jalur metabolik asam folat.
Informasi mengenai resistensi yang kemungkinan berasal dari lingkungan digunakan untuk membuat metoda standar yang dapat mengurangi pengaruh faktor lingkungan terhadap bakteri uji, sehingga pemeriksaan lebih akurat.
1. Hambatan pertumbuhan berkaitan dengan aktifitas antimikroba melawan bakteri uji dan tidak dibatasi oleh bahan gizi, suhu dan kondisi lingkungan lainnya yang dapat menghalangi pertumbuhan, sehingga dapat dipastikan hambatan pertumbuhan hanya disebabkan oleh antimikroba yang digunakan.
2. Mengoptimalkan kondisi untuk pemeliharaan keutuhan dan aktifitas antimikroba sehingga dapat dipastikan kegagalan menghambat pertumbuhan bakteri disebabkan oleh keresistenan bakteri itu sendiri tapi bukan dari pengaruh lingkungan yang membuat antimikroba inaktif.
3. Untuk mempertahankan hasil konsisten yang berulang (reproducibility dan consistency) sehingga organisme yang sama akan memperlihatkan hasil kepekaan yang sama, terhadap metode uji laboratorium yang digunakan
Pengujian dilakukan di bawah kondisi standar, dimana kondisi standar berpedoman kepada Clinical and Laboratory Standards Institute (CLSI). Standar yang harus dipenuhi yaitu: konsentrasi inokulum bakteri, media perbenihan (Muller Hinton) dengan memperhatikan pH, konsentrasi kation, tambahan darah dan serum, kandungan timidin, suhu inkubasi, lamanya inkubasi dan konsentrasi antimikroba
Walaupun kondisi penting untuk pemeriksaan invitro telah distandarkan namun tidak ada kondisi invitro yang mengambarkan kondisi yang sama dengan keadaan invivo tempat yang sebenarnya bakteri tersebut menginfeksi. Dengan demikian ada beberapa faktor yang memegang peranan penting dari pasien disamping hal-hal yang dapat mempengaruhi hasil uji kepekaan yang telah diperhitungkan pada metode uji. Faktor tersebut yaitu:
a. Difusi antimikroba pada sel dan jaringan hospes
b. Protein serum pengikat antimikroba
c. Gangguan dan interaksi obat
d. Status daya tahan dan system imun pasien
e. Mengidap beberapa penyakit secara bersamaan
f. Virulensi dan patogenitas bakteri yang menginfeksi
g. Tempat infeksi dan keparahan penyakit
Dasar pemeriksaan uji kepekaan
1. Merupakan metode yang langsung mengukur aktifitas satu atau lebih antimikroba terhadap inokulum bakteri
2. Merupakan metode yang secara langsung mendeteksi keberadaan mekanisme resitensi spesifik pada inokulum bakteri
3. Merupakan metode khusus untuk mengukur interaksi antara mikroba dan antimikroba
Metode-metode pengukuran aktifitas antimikroba
Kemampuan antimikroba dalam melawan bakteri dapat diukur menggunakan metode yang biasa dilakukan yaitu :
A. Metode konvensional : dilusi (agar atau kaldu), difusi dan Etest
B. Uji kepekaan komersial
Persiapan sebelum uji dilakukan
Beberapa persiapan yang diperlukan untuk melaksanakan uji dengan metode dilusi dan difusi yaitu meliputi persiapan inokulum dan antimikroba yang akan digunakan
Persiapan inokulum
Persiapan inokulum yang tepat penting untuk uji kepekaan untuk mendapatkan hasil yang akurat dan konsisten. Ada dua persiapan yang harus dilakukan yaitu: biakan murni dan pembuatan inokulum standar.
Biakan murni diperlukan karena interpretasi berdasarkan inokulum yang tercampur tidak dapat diterima dan akan menghambat mendapatkan hasil. Biakan murni dilakukan dengan mengambil empat atau lima koloni yang sama secara morfologi dan ditanam pada media perbenihan cair dan dibiarkan tumbuh subur, pada umumnya memerlukan waktu inkubasi 3 sampai 5 jam. Bisa juga sebagai alternative 4 sampai 6 koloni berusia 16 sampai 24 jam dipilih dari media agar dan dibuat suspensi dengan NaCl 0,85% untuk mendapatkan suspensi yang keruh. Kemudian kekeruhan dibandingkan dengan suspensi standar Mc Farland, pada latar belakang hitam. Standar Mc Farland dibuat dengan mencampur asam sulfat 1% dan barium klorida 1,175% untuk mendapatkan kekeruhan standar. Standar kekeruhan 0,5 Mc Farland telah tersedia secara komersial, yang memiliki kekeruhan sebanding dengan 1,5 x 108 colony forming unit (CFU)/ml.
Memilih antimikroba untuk uji kepekaan
Pemilihan antimikroba dilakukan oleh staf medis terutama dokter spesialis penyakit infeksi dan bila perlu disertai ahli farmasi. Pemilihan berdasarkan kelompok bakteri, hasil identifikasi bakteri (karena ada beberapa antimikroba spesifik hanya untuk bakteri tertentu, misalnya ceftadizime spesifik untuk Pseudomonas aeruginosa), spektrum antimikroba dan tempat asal infeksi (misalnya untuk infeksi saluran urinaria dipilih nitofurantoin). Deretan antimikroba secara umum didasarkan pada kelompok organisme ,secara umum dibagi menjadi:
i. Enterobacteriaceae
ii. Pseudomonas aeruginosa dan Acinetobacter spp
iii. Staphylococcus spp
iv. Enterococcus spp
v. Streptococcus spp (kecuali S. pneumoniae)
vi. Streptococcus pneumonia
vii. Haemophilus influenza
viii. Neisseria gonorrhoeae
A. Metode konvensional
1. Metode dilusi
Metode dilusi terdiri dari dua teknik pengerjaan yaitu teknik dilusi perbenihan cair dan teknik dilusi agar. Yang bertujuan untuk penentuan aktifitas antimikroba secara kuantitatif, antimikroba dilarutkan kedalam media agar atau kaldu, yang kemudian ditanami bakteri yang akan dites. Setelah diinkubasi semalam, konsentrasi terendah yang dapat menghambat pertumbuhan bakteri di sebut dengan MIC (minimal inhibitory concentration). Nilai MIC dapat pula dibandingkan dengan konsentrasi obat yang didapat di serum dan cairan tubuh lainnya untuk mendapatkan perkiraan respon klinik.
a) Dilusi perbenihan cair
Dilusi perbenihan cair terdiri dari makrodilusi dan mikrodilusi. Pada prinsipnya pengerjaannya sama hanya berbeda dalam volume. Untuk makrodilusi volume yang digunakan lebih dari 1 ml, sedangkan mikrodilusi volume yang digunakan 0,05 ml sampai 0,1 ml. Antimikroba yang digunakan disediakan pada berbagai macam pengenceran biasanya dalam satuan µg/ml, konsentrasi bervariasi tergantung jenis dan sifat antibiotik. (misalnya cefotaxime untuk uji kepekaan terhadap Streptococcus pneumonia, pengenceran tidak melebihi 2 μg/ml, sedangkan untuk Escherichia coli pengenceran dilakukan pada 16 µg/ml atau lebih).
Secara umum untuk penentuan MIC pengenceran antimikroba dilakukan penurunan konsentrasi setengahnya misalnya mulai dari 16, 8, 4, 2, 1, 0,5, 0,25 µg/ml) konsentrasi terendah yang menunjukkan hambatan pertumbuhan dengan jelas baik dilihat secara visual atau alat semiotomats dan otomatis, disebut dengan konsentrasi daya hambat minimum/ MIC (minimal inhibitory concentration).Kondisi untuk uji kepekaan teknik perbenihan cair terdapat pada lampiran 1.
Gambar 1. Contoh teknik dilusi perbenihan cair
(sumber INTRODUCTION TO BACTERIOLOGICAL METHODS)
b) Dilusi agar
Pada teknik dilusi agar, antibiotik sesuai dengan pengenceran akan ditambahkan kedalam agar, sehingga akan memerlukan perbenihan agar sesuai jumlah pengeceran ditambah satu perbenihan agar untuk kontrol tanpa penambahan antibiotik , konsentrasi terendah antibiotik yang mampu menghambat pertumbuhan bakteri merupakan MIC antibiotik yang di uji. Kondisi untuk uji kepekaan teknik agar dilusi terdapat pada lampiran 2. Salah satu kelebihan metode agar dilusi untuk penentuan MIC Neisseria gonorrhoeae yang tidak dapat tumbuh pada teknik dilusi perbenihan cair.
Gambar 2. Penentuan MIC pada teknik agar dilusi
Penentuan MBC dari MIC perbenihan cair
Dasar penentuan antimikroba secara invitro adalah MIC (minimum inhibition concentration) dan MBC (minimum bactericidal concentration). MIC merupakan konsentrasi terendah bakteri yang dapat menghambat pertumbuhan bakteri dengan hasil yang dilihat dari pertumbuhan koloni pada agar atau kekeruhan pada pembiakan kaldu. Sedangkan MBC adalah konsentrasi terendah antimikroba yang dapat membunuh 99,9% pada biakan selama waktu yang ditentukan. Agar antimikroba efektif pada MIC atau MBC. Sedapat mungkin mencapai tempat infeksi. Absorpsi obat dan distribusi antimikroba akan mempengaruhi dosis, rute dan frekuensi pemberian antimikroba untuk mendapatkan dosis efektif di tempat terjadinya infeksi
Penentuan konsentrasi minimum antibiotik yang dapat membunuh bakteri / minimum bactericidal concentration (MBC) dilakukan dengan menanam bakteri pada perbenihan cair yang digunakan untuk MIC ke dalam agar kemudian diinkubasi semalam pada 37⁰C. MBC adalah ketika tidak terjadi pertumbuhan lagi pada agar .
Contoh MBC:
Misalnya pada konsentrasi antibiotik 0 μg/ml,1 μg/ml dan 2 μg/ml menunjukkan banyak pertumbuhan bakteri
Pada konsentrasi 4 μg/ml,8 μg/ml,16 μg/ml masih menunjukkan pertumbuhan bakteri tapi jumlah koloninya semakin sedikit
Pada konsentrasi antibiotik 32 μg/ml ,64 μg/ml, pada konsentrasi 32 μg/ml tumbuh 8 koloni bakteri, sedangkan pada 64 μg/ml tidak tumbuh, sehingga MBC (minimum bactericidal concentration) adalah 64 μg/ml
Keuntungan dan kerugian metode dilusi:
Dengan teknik dilusi memungkinkan penentuan kualitatif dan kuantitatif dilakukan bersama-sama.MIC dapat membantu dalam penentuan tingkat resistensi dan dapat menjadi petunjuk penggunaan antimikroba .Kerugiannya metode ini tidak efisien karena pengerjaannya yang rumit, memerlukan banyak alat-alat dan bahan serta memerlukan ketelitian dalam proses pengerjaannya termasuk persiapan konsentrasi antimikroba yang bervariasi
2. Metode difusi.
Cakram kertas, yang telah dibubuhkan sejumlah tertentu antimikroba, ditempatkan pada media yang telah ditanami organism yang akan di uji secara merata. Tingginya konsentrasi dari antimikroba ditentukan oleh difusi dari cakram dan pertumbuhan organism uji dihambat penyebarannya sepanjang difusi antimikroba (terbenuk zona jernih disekitar cakram), sehingga bakteri tersebut merupakan bakteri yang sensitif terhadap antimikroba. Ada hubungan persamaan yang hampir linear (berbanding lurus) antara log MIC, seperti yang diukur oleh metode dilusi dan diameter zona daya hambat pada metode difusi.
Gambar 3. Hubungan linear antara konsentrasi MIC (μg/ml) dan zona hambat antimikroba (mm)
Gambar 4. Grafik hubungan log MIC dengan zona hambat metode difusi
Hasil dari tes kepekaan, mikroorganisme diklasifikasikan ke dalam dua atau lebih kategori. Sistim yang sederhana menentukan dua kategori yaitu sensitif dan resisten. Meskipun klasifikasi tersebut memberikan banyak keuntungan untuk kepentingan statistik dan epidemiologi, bagi klinisi merupakan ukuran yang terlalu kasar untuk digunakan. Dengan demikian hasil dengan 3 klasifikasi yang biasa digunakan, (sensitif, intermediate, dan resisten) seperti pada metode Kirby-Bauer. Terapi antimikroba idealnya berdasarkan penentuan bakteri penyebab dan antimikroba sesuai yang sensitif terhadap bakteri tersebut.
Pengobatan secara empiris biasanya dimulai sebelum ada hasil laboratorium mikrobiologi, ketika pengobatan harus dilakukan sebelum penyakit menjadi bertambah parah . efektifitas antimikroba bervariasi tergantung lokasi infeksi, kemampuan antimikroba mencapai sumber infeksi dan kemampuan bakteri untuk menahan atau menginaktifasi antimikroba. Beberapa antimikroba dapat bertindak sebagai bakterisidal (benar-benar membunuh bakteri) sedangkan yang lain bertindak sebagai bakteriostatik (mencegah bakteri berkembang biak), dengan demikian sistem imun hospes mempengaruhi kepekaan terhadap bakteri tersebut..
Di laboratorium klinik, uji kepekaan lebih banyak digunakan metode cakram difusi. Pada metode ini inokulum bakteri ditanam secara merata pada permukaan agar. Cakram antimikroba diletakkan pada permukaan agar dan dibiarkan berdifusi ke dalam media sekitarnya. Hasilnya dilihat zona hambat antimikroba terhadap pertumbuhan bakteri. Ukuran zona jernih tergantung kepada kecepatan difusi antimikroba, derajat sensitifitas mikroorganisme dan kecepatan pertumbuhan bakteri. Zona hambat cakram antimikroba pada metode difusi berbanding terbalik dengan MIC. Semakin luas zona hambat, maka semakin kecil konsentrasi daya hambat minimum MIC. Untuk derajat kategori bakteri dibandingkan terhadap diameter zona hambat yang berbeda-beda setiap antimikroba, sehingga dapat ditentukan kategori resisten, intermediate atau sensitif terhadap antimikroba uji.
Tabel.1 Standar Diameter zona interpretasi dan perkiraan kaitannya MIC untuk penentuan kategori serta interpretasi hasil | |||||||
Antimikroba (jumlah tiap cakram) Dan organisme | Diameter zona (millimeter tedekat) untuk masing-masing kategori | Perkiraan kaitan dengan MIC (mikro gm/ml) untuk: | |||||
R | I | MS | S | R | S | ||
Ampicillin (10 µg) | |||||||
Enterobacteriaceae | <11 | 12-13 | >14 | >32 | <8 | ||
Staphylococcus spp. | <28 | >29 | beta-Lactamase | <0.25 | |||
Haemophilus spp. | <19 | >20 | >4 | <2 | |||
Enterococci | <16 | >17 | >16 | ||||
Other streptococci | <21 | 22-29 | >30 | >4 | <0.12 | ||
Chloramphenicol (30 µg) | <12 | 13-17 | >18 | >25 | <12.5 | ||
Erythromycin (15 µg) | <13 | 14-17 | >18 | >8 | <2 | ||
Asam nalikdisat (30 µg) | <13 | 14-18 | >19 | >32 | <12 | ||
Streptomycin (10µg) | <11 | 12-14 | >15 | ||||
Tetracycline (30 µg) | <14 | 15-18 | >19 | >16 | <4 | ||
Trimethoprim (5 µg) | <10 | 11-15 | >16 | >16 | <4 | ||
b R, Resistant; I, intermediate; MS, moderately susceptible; S, susceptible. Hasil intermediate mengindikasikan hasil yang kurang tegas yang dapat membutuhkan tes lebih lanjut. Hasil MS seharusnya dilaporkan sebagai indikasi kepekaan yang menunjukkan dosis aman maksimal untuk terapi. Strain bakteri dengan hasil MS dikategorikan sebagai sensitive bukan intermediate.
c Korelasi perkiraan terdekat MIC digunakan untuk menentukan kategori resisten atau sensitif. Korelasi ini tidak dapat digunakan untuk interpretasi uji kepekaan metode dilusi
Uji kepekaan Metode agar difusi Kirby-Bauer
Bahan yang diperlukan :
ü Agar Muller Hinton
ü Cakram antibiotik
ü Inokulum Standar Mc farland 0,5
Gambar 3. (kiri-kanan) inokulum dengan kekeruhan setingkat 0,5, 1, 2 dan 3 Mc Farland, yang digunakan dalam teknik Kirby Bauer adalah standar 0,5 Mc Farland
Cara kerja:
1) Disiapkan agar Muller Hinton kondisikan pada suhu ruangan dan permukaan agar kering
2) Persiapkan inokulum 0,5 Mc Farland (dibuat baru dari 4-6 koloni dalam 2 ml NaCl fisiologis, digunakan tidak lebih dari 15 menit dan supaya homogen bisa dibantu dengan vortex
3) Penanaman pada agar Muller Hinton
Celupkan swab steril ke dalam inokulum bakteri , angkat swab kemudian di atas permukaan suspensi inokulum pada sisi tabung putar swab dengan sedikit ditekan agar tidak berlebih
4) Goreskan swab pada agar Muller Hinton dengan memutar agar sekitar 60 derajat 2 sampai 3 kali untuk memastikan seluruh permukaan agar tergores
5) Putarkan swab pada pinggiran agar untuk mengambil kelebihan suspensi bakteri pada sekeliling cawan petri
6) Tempatkan cakram antibiotik pada permukaan agar yang telah ditanami bakteri dengan memperhatikan jarak penyimpanan cakram. Dapat dilakukan menggunakan pinset steril atau disk feeder
Hasil pada perbenihan Muller Hinton setelah 16-18 jam inkubasi:
Tabel 2. Diameter zona hambat beberapa antibiotik
Keuntungan dan kerugian metode difusi:
Metode ini sangat mudah dilakukan karena tidak rumit dalam penegrjaannya dan efisien karena dalm satu perbenihan agar dapat menguju maksimal 12 macam antimikroba.Tidak membutuhkan alat dan bahan yang banyak seangkan kerugiannya tidak dapat diketahui secara tepat tingkat resistensi atau kepekaan bakteri terhadap antimikroba
3. E-test
Metode yang digunakan selain metode Kirby-Bauer dalam uji kepekaan adalah E-test (Epsilometer test) yang juga berdasarkan prinsip difusi. E-test digunakan untuk pemeriksaan mikrobiologis untuk kepekaan bakteri dan jamur.
Gambar 5.Etest dan penentuan MIC
Etest menggunakan strip persegipanjang yang telah mengandung antibiotik. Bakteri ditanam pada perbenihan agar kemudian diletakkan strip Etest pada permukaan agar, setelah antibiotik berdifusi ke dalam agar akan terbentuk zona hambat pada konsentrasi antibiotik yang bertingkat terdapat pada strip Etest. Setelah 24 jam inkubasi akan tampak zona hambat yang berbentuk elips, ketika sampai pada garis zona yang telah melekat pada strip (tidak ada zona hambat lagi) pada konsentrasi tersebut merupakan pembacaan hasil MIC
B. Uji kepekaan Metode komersial
Pada dasarnya metode komersial merupakan penggabungan metode konvensial dilusi dan difusi dan keakuratan metode komersial ini dievaluasi dengan cara membandingkan dengan metode konvensional. Media perbenihan , kondisi lingkungan disesuaikan dengan standar metode konvensional dan ujuan dari metode tetap sama seperti metode konvensional, hanya pengerjaan dan cara penggunaan alatnya yang lebih praktis, dimana pencapaian tujuan bervariasi tergantung kepada:
Susunan bakteri dan komposisi antimikroba yang digunakan
Tingkat otomatisasi dalam penanaman, inkubasi, interpretasi dan pelaporan
Metode yang digunakan untuk mengukur hambatan pertumbuhan bakteri
Kecepatan memperoleh hasil
Akurasi
Jenis-jenis Metode komersial :
1. Metode mikrodilusi perbenihan cair (broth microdilution methods)
Secara umum metode ini didesain untuk menrima inokulum dan diinkubasi pada kondisi sesuai petunjuk penggunaan, biasanya untuk pembacaannya memerlukan alat semiotomatis.
2. Agar dilusi derivatif (agar dilution derivations)
Pada metode ini telah disediakan perbenihan agar yang telah mengandung antimikroba melingkar, dimulai dari tengah-tengah /pusat lingkaran perbenihan agar dengan konsentrasi tertinggi, terus melingkar ke arah tepi dengan konsentrasi semakin menurun. Penanaman bakteri dimulai dari tepi perbenihan dengan satu goresan tegak lurus. Difusi antibiotik akan tampak zona hambat dari konsentrasi tinggi (pusat lingkaran) ke rendah (tepi)
3. Difusi pada agar derivatif (diffusion in agar derivations)
Pada metode ini digunakan perbenihan Muller Hinton yang diletakkan di atasnya strip antibiotik secara melingkar
4. System pengujian otomatis (automated antimicrobial susceptibility test system)
Contoh metode pengujian otomatis ini adalah Vitek legacy system dan vitek 2 system. Metode ini dalam persiapan inokulum dan penanamam bakteri dilakukan secara otomatis, cara pembacaan dan interpretasi kategori menggunakan system algoritma
5. Metode pengujian alternative dan suplemen. Metode pengujian yang bertujuan untuk mengetahui mekanisme resistensi
6. Metode yang langsung mendeteksi mekanisme resistensi spesifik
Metode dengan pengukuran antimikroba berdasarkan keberadaan mekanisme khusus, misalnya berdasarkan metode fenotip, deteksi asetiltransferase kloramfenikol.
7. Metode khusus untuk mendeteksi kompleks interaksi antimikroba-organisme
8. Tes kombinasi aktifitas antimikroba
9. Spiral Gradient Endpoint Test (SGE), merupakan uji kepekaan pada satu agar terdiri dari 15 suspensi mikroba dapat digoreskan swab dengan arah memutar melalui beberapa konsentrasi. Software dibutuhkan untuk menghitung konsentrasi yang sebenarnya dari setiap mikroba yang tumbuh yang menghambat pertumbuhan. Teknik ini digunakan untuk menghilangkan keterbatasan metode konvensional dimana setiap media agar hanya satu konsentrasi, menghemat waktu dan bahan karena satu plate SGE sama dengan 8 plate pada metode konvensional
Gambar.8 Contoh teknik SGE (spiral gradient endpoint test) |
0 Response to "UJI SENSITIVITAS"
Posting Komentar